Kanal

Investasi Berbasis Lahan Biang Kerok Kebakaran Hutan di Riau

RADARPEKANBARU.COM Bogor, 11 November 2014 Kepada Yth; Masyarakat Riau,NGO, Rekan Media dan Jurnalis Di Tempat Dengan hormat, Kabut asap merupakan bencana ekologis yang terjadi secara rutin tiap tahunnya di Provinsi Riau semenjak tahun 1997. Bencana ini terjadi karena pembakaran dipergunakan untuk melakukan pembersihan hutan atau lahan yang akan dipergunakan untuk pembudidayaan tanaman tertentu. Selain sistem pembukaan lahan yang dilakukan dengan cara membakar, kebakaran hutan lahan juga terjadi karena tata kelola yang buruk dan kebijakan pemanfaatan ruang untuk usaha perkebunan atau industri kehutanaan yang tidak mematuhi kriteria pemanfaatan ruang. Ketersediaan alat pemadam kebakaran yang tidak sesuai dengan luasan areal juga menjadi penyebab kebakaran menyebar cepat dan berakibat polusi udara. Bencana asap yang terjadi dua tahun belakangan ini (2013 dan 2014) merupakan bencana terparah di Provinsi Riau. Tragedi kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan lumpuhnya aktivitas warga. Bencana asap akibat ulah pelaku pembakar hutan dan lahan tidak sekedar mengakibatkan gangguan kesehatan, kelumpuhan aktivitas tersebut mengakibatkan kerugian ekonomi, sosial dan lainnya terhadap warga Riau. Bahkan Pemerintah Riau di bawah kendali Annas Mammun sempat mengucapkan kata pasrah terkait upaya penanggulangan tragedi ini. Pemerintah Riau mencoba lepas dari tanggung jawab terhadap permasalahn asap yang tidak lagi menjadi permasalahan lokal atau nasional, melainkan telah menjadi permasalahan internasional dikarenakan asap dari Riau telah melintasi batas territorial Negara Indonesia. WALHI Riau dan Jikalahari berpendapat, bahwa sebenarnya Negara (Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan Institusi Negara lainnya) dapat menanggulangi permasalahan asap apabila mau menggunakan otoritas yang melekat padanya untuk mengambil kebijakan tegas menghukum pelaku pembakaran hutan dan lahan. Jikalahari dan WALHI Riau mencatat bahwa sebaran titik api sebagian besar berada di areal konsesi konsesi industri kehutanan dan kelapa sawit. Terkait dengan hal ini, Negara seharusnya dapat menggunakan otoritasnya untuk menjatuhkan hukuman administrasi, atau mendorong penegakan hukum pidana guna melahirkan efek jera terhadap korporasi yang jelas-jelas mendatangkan mudhorat terhadap warga Riau. Investasi berbasis lahan, dapat disebutkan merupakan salah satu penyebab utama kebakaran hutan dan lahan di Riau. Hanya saja, fakta sepanjang tahun 1997 sampai 2014, malah mengungkapakan hal yang berbeda. Dimana, berdasarkan statistic penegakan hukum dalam upaya memerangi asap, komponen sistem peradilan pidana lebih condong untuk melakukan proses hukum kepada masyarakat yang membakar lahan dalam luasan yang tidak signifikan, atau bahkan mengkambinghitamkan masyarakat sebagai pelaku pemabakar areal konsesi korporasi di sektor industri kehutanan dan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan ketentuan UU Kehutanan yang menggunakan konsep absolute liability, seharusnya dengan sederhana dapat menarik korporasi-korporasi yang arealnya dibakar atau terbakar dengan mudah untuk dimintakan pertanggung jawaban pidananya. Formulasi Pasal 49 UU Kehutanan menentukan pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya. Sehingga subek pelaku pembakar tidaklah menjadi suatu hal yang penting untuk dipersoalkan, karena dengan upaya pencegahan yang seimbang dengan luasan areal konsesi, maka seharusnya api dapat dipadamkan dalam waktu singkat. Standar ganda penegakan hukum terhadap subjek hukum orang perorangan dan korporasi menjadikan hukum takluk oleh kepentingan investasi. Investasi sektor kehutanan dan perkebunan kelapa sawit yang tidak mempunyai kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Riau, malah mendatangkan bencana. Kekayaan yang diperoleh segelintir orang akibat investasi yang tidak bijak dan cenderung dilahirkan melalui kebijakan bertentangan hukum mengakibatkan bencara bagi jutaan jiwawarga Riau. Bencana dari investasi yang telah mengakibatkan konflik land tenure, malah dibiarkan terus merusak gambut yang menjadi areal titik api yang paling susah dipadamkan, bahak diberikan proteksi khusus dari penegakan hukum dengan argument investasi. Berangkat dari pemikiran di atas, maka Jikalahari dan WALHI Riau bersama Sawit Watch dan beberapa NGOs lainnya menuliskan catatan-catatan terkait sejarah panjang asap di Bumi Lancang Kuning. Penerbitan buku dan kajian hukum terhadap kasus pilihan menjadi penting untuk membuka mata publik dan Pemerintah Baru Jokowi agar mampu mengkonsolidasikan diri melakukan gerakan bersama melawan asap. Kegiatan ini akan dilakukan pada hari sabtu tanggal 15 November 2014, Tempat Warung Daun (Jl Cikini Raya No 28, Jakarta),Waktu 12.30 s/d 15.00 (Dimulai Dengan Makan Siang) Demikian undangan yang kami sampaikan kepada rekan rekan dan besar harapannya agar kawan-kawan media dan jejaring lembaga lain untuk hadir dalam kegiatan tersebut, terimakasih atas kehadiran dan waktu yang sudah kawan-kawan luangkan. Hormat kami , Jefri G. Saragih Direktur Eksekutif Sawit Watch (Press Release)
Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER