Kanal

Doa Donald Trump untuk Presiden Baru AS, Joe Biden

WASHINGTON DC - Presiden AS Donald Trump, dalam pidato perpisahan yang dirilis pada Selasa (19/1), berdoa untuk pemerintahan baru Presiden terpilih, Joe Biden. Tetapi, ia tetap menolak untuk mengakui nama penggantinya dari Partai Demokrat.

"Minggu ini, kami meresmikan pemerintahan baru dan berdoa untuk keberhasilannya dalam menjaga keamanan dan kemakmuran Amerika," kata presiden Republik dalam pernyataan video tersebut. "Kami menyampaikan harapan terbaik kami, dan kami juga ingin mereka beruntung," ujar Trump, melanjutkan.

Trump telah menolak untuk menawarkan konsesi penuh kepada Biden, yang memenangkan pemilihan umum pada 3 November 2020. Biden menang dengan raihan 306 suara elektoral dibandingkan dengan Trump yang mendapatkan suara 232.

"Bahaya terbesar yang kita hadapi adalah hilangnya kepercayaan pada diri kita sendiri, hilangnya kepercayaan pada kebesaran nasional kita," kata Trump. "Amerika bukanlah bangsa berjiwa pemalu yang perlu dilindungi dan dilindungi dari orang-orang yang tidak kita setujui."

Trump telah bersembunyi di Gedung Putih selama minggu-minggu terakhir masa jabatannya. Ia terguncang setelah kerusuhan oleh para pendukungnya di Capitol Hill pada awal Januari, yang menewaskan lima orang, termasuk seorang petugas Kepolisian Capitol.

"Semua warga Amerika takut dengan serangan di Capitol. Kekerasan politik adalah serangan terhadap segala sesuatu yang kami hargai sebagai orang Amerika. Itu tidak pernah bisa ditolerir," katanya.

Dalam pidato yang direkam itu, Trump berusaha menyoroti aspek kepresidenannya yang dia banggakan. Salah satunya adalah kesepakatan perdamaian Timur Tengah yang ditengahi oleh pemerintahannya dan memuji agenda kebijakan luar negerinya.

"Kami merevitalisasi aliansi kami dan mengumpulkan negara-negara di dunia untuk melawan China tidak seperti sebelumnya," katanya. Trump mengaku pergi dari Gedung Putih dengan hati yang setia dan gembira serta semangat optimistis. Ia pun yakin, bahwa yang terbaik masih akan datang untuk AS.

"Sekarang, saat saya bersiap untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan baru pada Rabu siang, saya ingin Anda tahu bahwa gerakan yang kami mulai baru saja dimulai," kata Trump.

Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS pada 20 Januari menjadi sangat berbeda dengan pelantikan presiden-presiden AS sebelumnya. Selain karena kondisi pandemi Covid-19, keamanan juga menjadi isu utama pascapenyerbuan Capitol Hill oleh pendukung Trump pada 6 Januari lalu.

Seperti dilaporkan Reuters, Washington menjadi benteng bersenjata yang dipagari dengan kawat besi dan dijaga 25 ribu pasukan Garda Nasional. Taman depan Gedung Kongres, National Mall ditutup. Hampir tidak ada masyarakat umum yang menyaksikan langsung transisi kekuasaan kali ini.

"Ini seperti kota hantu tapi dengan tentara, ini menakutkan, sangat tidak biasa," kata warga Washington, Dana O'Connor yang berjalan dengan suaminya di trotoar depan Gedung Putih, Selasa (19/1).

Dalam tradisinya, pelantikan presiden AS selalu ditonton jutaan orang yang berkumpul di National Mall. Warga antusias menyaksikan upacara pergantian kekuasaan melalui layar besar dan parade presiden baru yang berjalan kaki dari Capitol Hill ke Gedung Putih.

Aula-aula hotel dan gedung-gedung pameran penuh oleh tamu yang disajikan sampanye dan musik dari bintang-bintang terkenal. Pelantikan presiden biasanya memang acara dengan pengamanan tingkat tinggi.

Kali ini, petugas keamanan memasang metal detector di setiap pintu masuk dan membatasi ruangan dengan zona-zona khusus tanda pengenal dan Garda Nasional turut menjaga keamanan bersama petugas lokal dan penegak hukum federal. Tapi tingkat kewaspadaan tahun ini berbeda.  

Ahad (17/1) lalu Wali Kota Washington Muriel Bowser mengatakan petugas keamanan tidak memiliki pilihan lain selain meningkatkan keamanan usai serangan ke Capitol Hill yang menewaskan lima orang. "Di mana orang-orang yang menyebut diri mereka patriot ingin menggulingkan pemerintah dan membunuh petugas polisi," kata Bowser.

"Kami tidak ingin melihat kawat besi, kami jelas tidak ingin melihat pasukan bersenjata di jalan-jalan kami, kami tapi harus mengambil sikap yang berbeda," kata Bowser program televisi NBC 'Meet the Press.'

Pemerintah AS selama beberapa hari terakhir telah menutup akses masuk ke sejumlah tempat hiburan, di antaranya termasuk National Mall di Washington. Kepolisian juga menutup jembatan di atas Sungai Potomac yang memisahkan Virginia dan District of Columbia.

Sejumlah stasiun kereta bawah tanah (subway) juga akan ditutup saat acara pelantikan Joe Biden. Sejauh ini, ada satu perusahaan bis yang memberhentikan sementara layanan ke Washington jelang pelantikan Biden.

Sementara itu, penyedia jasa penginapan Airbnb juga menutup layanan pemesanan kamar di Washington satu minggu jelang pelantikan presiden baru AS. Beberapa maskapai penerbangan juga menetapkan aturan keamanan baru untuk tujuan Washington D.C. dan daerah sekitarnya.

Pelantikan Joe Biden juga dibayang-bayangi isu akan adanya serangan oleh kelompok ekstremis sayap kanan pendukung Trump. Harian The Washington Post pada Senin (18/1) melaporkan, ada laporan intelijen berisi peringatan terhadap aparat keamanan bahwa ada kemungkinan para ekstremis sayap kanan akan menyamar sebagai anggota pasukan Garda Nasional di Washington.

Pelaksana Tugas Menteri Pertahanan Amerika Serikat Christopher Miller pada Senin (18/1) mengatakan, Biro Investigasi Federal (FBI) membantu militer memeriksa identitas dan rekam jejak lebih dari 25 ribu pasukan Garda Nasional di Washington. Baru kali ini puluhan ribu pasukan Garda Nasional dikerahkan oleh pemerintah untuk menjaga Gedung Kongres, Capitol, dan mengawal acara pelantikan presiden.

Miller melalui pernyataan tertulisnya, Senin, mengatakan, pemeriksaan terhadap pasukan bantuan itu umum dilakukan pada acara-acara besar. Sejauh ini, belum ada laporan intelijen yang menyatakan bahwa ada ancaman dari dalam untuk acara pelantikan presiden, kata Miller.

"Kami akan memeriksa seluruh aspek yang ada demi mengamankan ibu kota," sebut Miller menegaskan.

Pelaksana Tugas Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Peter Gaynor, Senin, menerangkan pemeriksaan yang dilakukan FBI merupakan salah satu upaya mencegah adanya penyusup. Gaynor, saat diwawancarai oleh Fox News, mengatakan ia tidak melihat bukti terkait rencana penyerangan, tetapi aparat keamanan hanya ingin memastikan, "tidak ada sudut yang tidak diperiksa" saat transisi damai pemerintahan di AS.(rep)

 

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER