Kanal

Soal WNI Eks ISIS, Pengamat Dorong Jokowi Buat Aturan Baru

RADARPEKANBARU.COM - Pengamat Timur Tengah dan Terorisme Muhammad Syauqillah mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat peraturan pemerintah yang mengatur status Warga Negara Indonesia (WNI) dalam melakukan kegiatan terorisme, termasuk bergabung dalam ISIS.

Syauqillah mengatakan payung hukum itu nantinya mengatur status kewarganegaraan para WNI yang terlibat terorisme atau bergabung dalam ISIS akan hilang. Menurutnya, langkah ini yang perlu diambil pemerintah ketimbang meributkan soal pemulangan ratusan WNI eks simpatisan ISIS.

"Jadi pilihannya dua. Bikin peraturan pemerintah yang mengatur keterlibatan WNI di ISIS kehilangan kewarganegaraannya atau direvisi UU-nya yang sudah ada bahwa ada kehilangan kewarganegaraannya. Itu yang harus disiapkan," kata Syauqillah di Jakarta, Selasa (11/2).

Syauqillah menyatakan hal ini mendesak dilakukan pemerintah untuk memastikan soal status ratusan WNI eks ISIS yang kini tinggal di kamp penampungan, baik di Turki maupun Suriah.

Menurutnya, aturan hukum seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI maupun Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI, belum mengatur soal WNI hilang kewarganegaraan karena gabung dengan ISIS.

Dalam UU 12/2006, kata Syauqillah, misalnya tertulis seseorang kehilangan kewarganegaraan karena masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden. Sementara ISIS sendiri bukan sebuah negara, tetapi kelompok terorisme atau unlawful combatan.

Di sisi lain, dalam penjelasan UU itu disebutkan bahwa Indonesia tak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Selain itu, lanjutnya, tak diatur pula dalam UU maupun PP tersebut bahwa WNI yang membakar paspornya otomatis kehilangan kewarganegaraan.

Oleh karena itu, Syauqillah meminta Jokowi membuat aturan yang lebih jelas terlebih dahulu soal kehilangan kewarganegaraan. "Apakah kita juga mau mengakui ISIS secara tidak langsung merupakan sebuah negara. ISIS adalah kelompok terorisme, unlawful combatan," ujarnya.

Pria yang juga menjabat ketua Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia itu juga meminta pemerintah mendata identitas para WNI eks ISIS yang jumlahnya mencapai 689 orang itu agar jelas. Hal ini juga untuk memudahkan penghapus kewarganegaraan WNI dari catatan sipil. "Jadi ketika Pak Jokowi menolak jelas, 'saya menolak anda'.

Maka dengan telah dibatalkan kewarganegaraan itu dicatatan sipil kita dihapus," tuturnya. Lebih lanjut, Syauqillah menyatakan sikap pemerintah yang menolak memulangkan ratusan WNI eks ISIS itu berpeluang digugat oleh mereka. Menurutnya, peluang ini terbuka karena tak ada aturan hukum yang jelas dalam UU maupun PP tersebut.

"Kemungkinan ada yang gugat. Itu seperti apa nanti skenario hukumnya harus dijelaskan ke publik sehingga sebagai WNI kita enggak bertanya-tanya status hukumnya," katanya. Syauqillah khawatir karena tak ada aturan hukum yang jelas soal status kewarganegaraan ratusan WNI eks ISIS pemerintah RI dianggap melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Ia meminta pemerintah bisa menjelaskan aturan yang dipakai ketika menolak ratusan WNI untuk kembali ke Tanah Air.

"Pilihan apapun terbuka asal ada skenario hukumnya dan pijakan hukumnya," ujarnya. Sebelumnya, pemerintah memutuskan tak memulangkan ratusan WNI eks ISIS ke Indonesia. Hal ini diputuskan dalam rapat kabinet yang digelar tertutup oleh Presiden Joko Widodo dan sejumlah kementerian di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).

"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan teroris, bahkan tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) ke Indonesia," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Dari data terbaru terdapat 689 WNI eks ISIS yang tersebar di sejumlah wilayah seperti Suriah dan Turki. Sebelumnya disebutkan ada 660 WNI.(cnn)

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER